Telpon 16 Kali



Salah satu agenda Keluarga Biru di awal bulan selain belanja bulanan adalah pergi ke dokter kandungan. Untuk mendapatkan nomer antrian, calon pasien harus menelpon sehari sebelum pemeriksaaan. Kebetulan memang rumah sakit tempat kami memeriksakan Baby Ai yaitu RSIA Melati Husada termasuk rumah sakit fave di Malang dan dokternya bagus-bagus, wajar jika untuk memeriksakan diri harus pesan H-1.

Nah tadi pagi sekitar jam enam pagi, saya langsung ingat kalau hari ini harus menelpon untuk mendapatkan nomer antrian. Segera saya tekan nomer telepon bagian Poli Kandungan Melati Husada. Saya pilih nomer pertama, kebetulan saya memiliki dua nomernya.
Sambungan telepon saya langsung direspon, tapi jawabannya aneh.
“Your number not found!”
Perasaan dulu nomer ini masih bisa, kenapa sekarang nggak bisa.
Saya lalu ganti menelpon di nomer kedua. Sambungan telepon saya kali ini masuk di nomer yang benar namun tidak kunjung diangkat. Saya pun pilih mode speaker agar saya bisa menyambi dengan pekerjaan lain. Ternyata tidak ada yang menjawab hingga terdengar suara dari operator bahwa telepon saya tidak ada respon.
Saya jeda dulu aktivitas menelponnya dan mengeluarkan wadah nasi dari magic jar. Setelah menaruh nasi kemarin di mangkuk plastik dan mengisi wadah nasi dengan air agar sisa nasi yang lengket bisa luruh, saya coba menelpon lagi. Ternyata nada sibuk yang terdengar.
Daripada nungguin orang ngomong, saya kemudian mengambil beras dan mencucinya agar bersih serta siap dimasak. Kelar cuci beras, saya telpon lagi. Kembali tidak ada yang mengangkat telepon saya hingga ada pemberitahuan dari operator lagi. Hal itu terus terjadi hingga di panggilan ke delapan baru ada perawat yang menjawab telepon saya.
Dalam bayangan saya sih, mungkin perawatnya sedang sibuk. Di saat saya menelpon dia sedang mengerjakan sesuatu, trus ketika saya menelpon lagi sudah keduluan penelpon yang lain.





“Ini dengan Poli Melati Husada, ada yang bisa dibantu?”
“Saya daftar di poli kandungan.”
“Dokter siapa?”
“Dokter Maria Ulfa.”
Perawat itu lalu menanyakan nama istri saya dan no telpon yang bisa dihubungi.
“Nomer 20 ya Pak periksanya.”
Glek, sudah telpon pagi-pagi masih aja dapat nomer 20.
“Ini periksa buat hari apa Mbak?”
“Hari kamis, nanti malam jam 6.”
Belum sempat saya ngomong, perawat itu sudah keburu mengakhiri perbincangan kami.
Ini gimana sih, bukannya kalau daftar itu harus H-1. Tadi kenapa masih bisa daftar untuk hari ini. Kalau nomer 20 bisa-bisa pulang larut malam.

Saya pun lalu mencoba menelpon kembali. Dan siklus sebelumnya terulang lagi. Saya menelpon tidak diangkat-angkat atau kena nada sibuk. Barulah di panggilan ke delapan telepon saya berhasil masuk.
Alhamdulillah setelah saya bilang di awal jika ingin daftar untuk hari Jumat (besoknya), Mama Ivon mendapatkan nomer urut 3. Fiuuh, perjuangan mau memeriksakan kandungan sampai harus menelpon total 16 kali!

Kadang saya heran, katanya keadaan ekonomi Indonesia saat ini semakin sulit. Biaya hidup semakin tinggi namun tidak diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan. Tapi anehnya jumlah bayi yang lahir ke dunia ini tidak berkurang. Setiap jam, setiap hari ada bayi-bayi yang baru lahir baik itu di rumah sakit, bidan ataupun dukun beranak. Kalau kata orang tua sih, setiap anak punya rejekinya masing-masing jadi tak perlu kuatir jika Anda mau menambah anak lagi. Monggo, ndamel male sing katah wakakaka.


3 komentar

  1. Hahaha, epilognya malah bikin gagal fokus sama telepon 16 kalinya Wan ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe tak perlu gagal fokus Mbak, kalau ikut nambah monggo-monggo aja :D

      Hapus
  2. Iya, anak itu rezeki, saya masih percaya itu. Hahahaha fokusnya ke sana

    salam
    gabrilla

    BalasHapus