Industri 4.0, Siapkah Anda Menyambutnya?

Sumber: industriamagz.com



Pemberlakuan gardu tol otomatis per tanggal 31 Oktober 2017 nanti akan membuat 20.000 pekerja gardu jalan tol terancam kehilangan pekerjaan. Perubahan transaksi di pintu gerbang tol dari tunai menjadi non tunai secara otomatis tak membutuhkan lagi tenaga pekerja gardu jalan tol tersebut. Peristiwa ini merupakan salah satu contoh dari dampak digitalisasi bisnis.

Hal serupa sebenarnya sudah pernah terjadi di sektor perbankan. Adalah Bank Danamon yang telah bermigrasi dari bank konvensional menjadi bank digital. Bank Danamon telah menerapkan digitalisasi perbankan dengan mengeluarkan aplikasi Bank Danamon yang memiliki berbagai fitur transaksi seperti pembayaran, cek saldo dan transfer. Dengan aplikasi ini nasabah tak perlu lagi antri di depan teller atau ATM, cukup melalui ponsel pintar saja. Akibat dari digitalisasi perbankan ini, karyawan Danamon yang pada tahun 2010 mencapai 46.000 sekarang tinggal 18.300 orang, diikuti juga dengan penyusutan jumlah kantor cabang dari 1.018 menjadi 580 kantor cabang saja.

Apa yang sedang terjadi di Indonesia ini pernah terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lima tahun yang lalu. Malahan di negara-negara Nordik (Denmark, Islandia, Norwegia dan Swedia) yang dianggap sebagai “ibukota” perusahaan fintech dunia telah mengalami digitalisasi perbankan pada tahun 2008-2009 dimana berbagai bank di sana telah memangkas jumlah kantor cabangnya sampai 50%.

Fenomena ini dalam kacamata industri disebut sebagai tahap awal Industri 4.0 yaitu industri yang menjadikan internet dan system cyber sebagai tulang punggung. Industri 4.0 merupakan tahapan dari revolusi industri yang dimulai dari revolusi industri pertama yang ditandai dengan penemuan mesin uap (tahun 1800), lalu revolusi industri kedua yang ditandai dengan penemuan listrik (tahun 1900), dilanjutkan dengan revolusi ketiga yang ditandai dengan mekanisasi (1990an hingga 2000) dan terakhir revolusi keempat yang ditandai dengan sistem digital (tahun 2000-an).

sumber: http://lensapublik.com


Digitalisasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia zaman now memang tidak bisa dihindarkan karena ini merupakan dampak dari perkembangan teknologi. Bermunculannya e-commerce hingga transportasi online adalah contoh paling dekat dalam kehidupan kita. Di satu sisi kita sebagai konsumen merasa sangat terbantu, kita tak perlu lagi jauh-jauh datang ke mall dan berdesak-desakan dengan pembeli lain untuk membeli pakaian. Trus kita juga nggak perlu kuatir tak kebagian angkutan umum saat harus pulang larut malam. Namun di sisi lain, membuat para produsen kovensional terancam karena pangsa pasar mereka ‘direbut’ oleh pelaku industri online. Demo para tukang ojek konvensional dan sopir angkot yang memprotes kehadiran ojek online hingga yang paling heboh penutupan gerai PT Matahari Departemen Store Tbk di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Blok M.




Kalau di tempat kerja saya (perpustakaan) digitalisasi sudah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu yaitu dengan penerapan Digital Library mulai dari proses pengolahan buku hingga pencarian buku di katalog. Dengan digital library para pegawai perpustakaan bisa mengolah bahan pustaka lebih cepat dan para mahasiswa juga lebih mudah dalam melakukan penelusuran koleksi. Mereka tidak perlu lagi memilah-milah kartu catalog manual, tinggal ketikkan saja kata kunci (judul, subject atau nama penulis) di online catalog maka dalam sekejap mereka mendapatkan data koleksi yang mereka butuhkan. Bahkan kini perpustakaan kami sudah menerapkan layanan peminjaman mandiri dan meluncurkan aplikasi yang memungkinkan para anggota perpustakaan melakukan registrasi anggota lewat smartphone. Aplikasi ini akan terus dikembangkan sehingga kedepannya para anggota perpustakaan bisa melakukan perpanjangan masa peminjaman buku juga lewat smartphone.

Akhir kata, jika kita ingin tetap survive di era Industri 4.0 maka kita harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Bagi yang masih menempuh pendidikan maka persiapkan diri dengan kemampuan TI, sedangkan yang sudah bekerja atau bahkan masih mencari pekerjaan harus pandai melihat peluang yang ada. Sebagai contoh para pelaku UMKM harus mulai berani mencoba terjun di e-commerce, sudah banyak contoh para pelaku UMKM yang meraih kesuksesan setelah berjualan secara online.



Referensi:
Majalah Gatra: No.50 Volume 23, Oktober 2017. (Menyiasati Revolusi Industri 4.0)



5 komentar

  1. Iya mas .yang ga mau belajar IT, n anti kemajuan, lama lama akan terlindas

    BalasHapus
  2. Sejauh yang saya tahu, industry 4.0 masih sebatas pilot project di Jerman. Meski di sebagian banyak negara sudah mulai mengenal, tetapi masih belum sepenuhnya bisa diterapkan.

    Indonesia? kenapa tidak memulai saja. Sambil belajar, sekalian praktik. Itulah Indonesia, haha.

    BalasHapus
  3. lama kelamaan buku akan ditinggalkan, padahal masih enak baca dengan buku daripada digital.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi yang namanya aroma buku baru yang baru dibuka bungkusnya tidak akan tergantikan oleh aroma layar handphone, koh :))

      Hapus
  4. Nah ini betul banget, bang. Jadi ingat waktu mata kuliah teknologi komunikasi dulu. Siap atau tidak, semua yang digital pasti akan jadi digital. Mana pernah kita pikir kalau suatu hari ojek akan ada onlinenya juga. Usaha, mau tidak mau harus masuk ke dunia digital sebelum terlambat, kalau ga ya ketinggalan.

    BalasHapus