Snorkeling di Gili Trawangan: Tak Sengaja Lakukan 2 Dosa Besar Traveler

Snorkeling Pertama Kali di Gili Trawangan




Perahu motor yang kami naiki melaju dengan kencang membelah lautan, setiap kali perahu motor itu menabrak ombak maka tubuh kami seperti digoncang-goncang dengan keras. Semua orang sampai harus berpegangan erat pada apa saja agar jangan sampai jatuh. Kecuali para guide yang pastinya sudah terbiasa dengan goncangan ombak di lautan Lombok ini, mereka duduk dengan tenang meski perahu motor terus bergoncang-goncang.

Digoncang Gila-Gilaan Menuju Gili Trawangan




Deburan ombak begitu keras di sisi kanan dan kiri perahu motor, membuat saya tergoda untuk merasakan segarnya air laut. Tapi tentu saja hal itu tidak bisa saya lakukan karena kuatir terjatuh, akhirnya saya hanya bisa mengabadikannya lewat foto dan video. Itupun dengan ekstra hati-hati agar handphone saya tidak sampai jatuh. Bisa dibayangkan, tangan kiri berpegangan agar tidak jatuh sementara tangan kanan memegang HP agar tetap stabil dalam mengambil gambar.


Perjalanan dari pelabuhan yang berada di Pantai Senggigi ke Gili Trawangan terasa seru sekali karena perahu motor berubah seperti roller coaster yang membawa kami naik dan turun menerjang deburan ombak yang kencang. Waktu 45 menit terasa cepat berlalu karena teralihkan oleh riuh rendah para penumpang yang merasa senang sekaligus berdebar-debar setiap kali perahu motor terhempas setiap kali habis menabrak ombak.
Alhamdulillah meski saya tergolong gampang pusing dan mabuk jika naik bus atau mobil yang jalannya agak gila, tapi saat naik perahu motor yang lebih gila ini saya baik-baik saja. Salah satu teman saya rupanya ada yang terpengaruh oleh goncangan demi goncangan perahu motor, karena pikirannya tegang sehingga dia jadi berkeringat dingin. Menunjukkan gejala-gejala orang yang akan mabuk laut. Untung saja perahu kami sudah mendekat di Gili Trawangan sehingga dia tidak sampai mabuk laut beneran.

Gili Trawangan yang Menawan

Snorkeling Pertama Kali di Gili Trawangan


Saat pesawat kami berada di langit Pulau Lombok, saya sempat melihat dari jendela tiga pulau yang berada di sebelah barat Laut Lombok. Dua pulau ukurannya kecil yaitu Gili Meno dan Gili Air sedangkan yang satu lagi ukurannya paling besar. Dialah Gili Trawangan, tempat dimana saya berada sekarang.





Siapa yang menyangka jika pulau yang disebut-sebut lebih eksotis daripada Bali ini dahulu adalah tempat pembuangan atau pengasingan narapidana. Konon ceritanya waktu itu semua penjara sudah penuh, sehingga sang raja yang sedang berkuasa saat itu memustukan untuk mengasingkan 350 orang pemberontak Sasak ke pulau yang hanya memiliki panjang 3 km dan lebar 2 km itu. Barulah pada tahun 1970-an pulau ini mulai dipergunakan sebagai tempat persinggahan orang orang Bugis dari Sulawesi yang kemudian tinggal secara turun temurun dan hidup bersama warga Sasak dan Bali.



Yang unik dari Gili Trawangan (termasuk dua gili lainnya juga sih) adalah penggunaan alat transportasinya yaitu tidak menggunakan kendaraan bermotor. Ketentuan ini berdasarkan peraturan local yang melarang penggunaaan kendaraan bermotor. Sebagai gantinya adalah sarana transportasi tradisional yaitu Ciidomo, kereta kuda sederhana yang umum dijumpai di Lombok. Satu-satunya alat transportasi modern yang dipakai di Gili Trawangan adalah sepeda yang memang disewakan oleh masyarakat setempat untuk para wisatawan. Sedangkan untuk bepergian ke dan dari ketiga gili itu, penduduk biasanya menggunakan kapal motor dan speedboat.



Trus Gili Trawangan punya kelebihan yang jarang dimiliki pantai-pantai lainnya yaitu kita bisa menikmati sunset dan sunrise sekaligus di pantai ini! Hal ini bias terjadi karena Gili Trawangan memiliki pantai yang menghadap timur juga menghadap barat, jaraknya di antara keduanya tidak terlalu jauh. Sehingga baik sunrise maupun sunset dapat kita nikmati di pantai ini, menawan sekali bukan.

Pengalaman Snorkeling Pertama Kali


“Siapa yang ikut snorkeling? Saya mau data dulu untuk sewa peralatannya,” Tanya guide kami.
“Hmm kalau nggak bisa renang, boleh ikut nggak Mas?”
“Boleh-boleh aja Mas, kan nanti kita snorkelingnya di laut yang dangkal. Trus juga pakai pelampung jadi nggak perlu kuatir.”
“Okee, saya ikut juga Mas!”
Tak lama kemudian, saya dan rombongan pun naik lagi ke perahu motor yang khusus disediakan untuk para wisatawan yang hendak snorkeling. Saya dan lima orang teman kerja yang akan snorkeling sudah memakai baju pelampung lengkap dengan masker snorkeling. Sementara sisanya yang tidak snorkeling menunggu di kapal sambil menikmati pemandangan bawah laut melalui lantai tengah perahu yang terbuat dari kaca tebal.


Perjalanan dari pantai menuju lokasi snorkeling kira-kira memakan waktu sepuluh menit. Pemandu lokal mengajarkan kepada kami cara bernapas dengan mulut melalui snorkel. Jujur, saya waktu itu agak kesulitan dan belum menguasai betul cara bernafas melalui mulut. Namun mas-mas guide memberikan semangat agar pede aja, awak perahu akan siap membantu bila nanti kami mengalami kesulitan saat snorkeling.
Saya pun berusaha memberikan sugesti positif pada diri sendiri bahwa ini sebuah kesempatan dan pengalaman seru yang sayang untuk dilewatkan. Masa saya sudah jauh-jauh datang ke Lombok tapi tidak mencoba snorkeling, pemandangan bawah lautnya terlalu indah untuk dicuekkin gitu aja. Lagian malu dong sudah pakai baju pelampung dan masker snorkeling trus nggak jadi snorkeling wekekeke.



Setelah semua siap, kami pun satu per satu turun ke laut. Perasaan saya bercampur antara excited namun juga berdebar-debar: persis kayak mau ketemuan pertama kali sama gebetan dari dunia maya. Seneng karena akhirnya bisa melihat langsung pemandangan bawah laut yang selama ini hanya bisa dinikmati lewat foto dan video di internet namun juga khawatir karena saya tidak bisa berenang dan belum bisa bernafas lewat mulut.


Teman-teman sudah mulai enjoy menikmati keindahan pemandangan bawah laut, membuat saya pun termotivasi untuk menyusul. Saya mencoba untuk mengangkat kedua kaki dari dasar dan memposisikan tubuh telungkup menghadap ke bawah, bersamaan dengan itu kepala saya pun mulai masuk ke dalam air.

Melakukan Dua Dosa Besar Traveler di Laut


  Dari balik kaca masker snorkeling saya melihat ikan kecil berwarna-warni yang berenang di antara gugusan terumbu karang. Terumbu karang yang saya lihat ada berwarna hijau muda dan abu-abu kecoklatan. Ikan-ikan itu berenang dengan gesitnya, sisiknya sesekali berkilauan terkena sinar matahari. Sebuah pemandangan nan indah yang akhirnya bisa saya lihat secara langsung. 
“Wan, ini lho roti buat makan ikannya. Biar mereka makin banyak!” teriak salah satu teman kerja yang tidak ikut snorkeling dari atas perahu. Saya pun menangkap remahan roti yang dilemparkan olehnya.
Benar aja, ketika saya membagikan remahan roti itu makin banyak ikan-ikan yang mendekat. Lima teman saya yang lain sudah duluan melakukannya, ikan-ikan itu mengerumuni mereka untuk berebut remahan roti yang melayang-layang di air.



“Aduh aku digigit salah satu ikannya!” teriak salah satu teman saya sambil tertawa kecil.
“Nih, kasih rotinya lagi. Pasti kelaperan itu.” Teman kerja yang berada di perahu melemparkan lagi remahan roti kepada teman saya yang digigit ikan tersebut.
Saya kemudian mencoba melongok lebih dalam agar lebih puas melihat ikan-ikan tersebut, dan tahu-tahu saya melihat dasar laut yang agak jauh dari kedua kaki. Sontak saya agak terkejut karena ternyata berenang di area yang agak dalam. Saya pun mengangkat kepala dari dalam air dan kemudian mencoba berenang mendekat ke kapal, namun ombaknya cukup kuat juga sehingga saya agak kesulitan. Malahan saya semakin terdorong menjauhi perahu.
Saya pun lalu berusaha menggerak-gerakan tangan dan kaki untuk melawan arus namun tidak semudah bayangan saya. Agak panik juga saya jadinya, mana teman-teman sedang asyik snorkeling sehingga tak mempedulikan saya yang parno terbawa arus laut. Di tengah rasa panik itu saya merasakan telapak kaki saya menginjak terumbu karang. Saya pun jadi dilema, di satu sisi saya lega karena itu tandanya lautnya dangkal namun di sisi lain saya takut merusak terumbu karang dan terkena bulu babi.
Tak mau berlama-lama dalam kepanikan, saya lalu meraih lengan salah satu teman yang mendekati saya dan kemudian saya berusaha berenang mendekat ke perahu. Lega rasanya ketika saya berhasil naik kembali ke perahu.
Sebetulnya saya masih belum puas snorkelingnya namun tubuh saya sudah terasa capek akibat berenang melawan arus dan sedikit panik di bawah tadi. Trus juga waktu kami snorkeling juga kurang tepat yaitu hari jumat sedangkan saat itu sudah menuju waktu sholat Jumat. Setelah semuanya naik ke perahu, kami pun bertolak kembali ke Gili Trawangan.



Saat saya menulis cerita ini, saya baru tahu jika memberi makan ikan saat snorkeling itu ternyata dilarang! Bahkan di salah satu website travelling dimasukkan dalam 5 dosa besar traveler saat liburan ke laut. Sungguh, saya benar-benar nggak tahu jika memberi makan ikan di laut bisa membahayakan ikan, ekosistem terumbu karang dan diri kita sendiri. Apalagi waktu itu pihak guide-nya sendiri yang memberikan roti sebagai makanan ikan kepada rombongan kami. Jadi saya mengira hal itu sah-sah saja.
Ternyata ikan yang terlalu sering diberi makan akan membuatnya tergantung terhadap manusia sebagai sumber makanan, dan lupa pada alga atau plankton sebagai sumber makanan alami mereka. Nah dengan jumlah alga dan plankton yang berlebih, maka ekosistem terumbu karang akan mati, karena ketidakseimbangan dalam ekosistem. Ketika makanan tidak diberikan dan ikan sudah lupa pada sumber makanan alaminya, mereka perlahan akan mati juga. Ikan yang biasa diberi makan juga akan lebih agresif pada penyelam yang datang, karena rasa takut mereka kepada manusia perlahan hilang. Ikan lebih besar yang memangsa ikan kecil pun akan terganggu rantai makanannya akibat kurangnya sumber makanan alami mereka.
Apabila ikan di laut semakin agresif akibat terlalu sering diberi makan, bukan tidak mungkin ikan akan menyerang penyelam demi makanan karena gigi ikan bisa dikatakan sangat tajam dan runcing. Pantesan salah satu teman kerja saya saat itu sampai digigit oleh salah satu ikan kecil, kami melihatnya sebagai hal yang lucu padahal itu berbahaya. Hiks stupid!
Trus ya, jika ikan kecil berkerumun di sekitar penyelam akibat diberi makan, ternyata ini bisa sangat berbahaya sekali bagi si penyelam. Ikan kecil yg berkerumun dapat memancing ikan yg lebih besar sebagai predatornya. Bukan tidak mungkin predator yang lapar dapat menyerang penyelam.
Kita tak pernah tau kandungan apa saja yang ada di dalam makanan yang kita berikan pada ikan. Sebagai contoh roti yang umum dijadikan sebagai makanan ikan saat snorkeling, FYI roti mengandung ragi yang bisa merusak terumbu karang dan sistem pencernaan ikan itu sendiri.
Mengingat seriusnya dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjang pemberian makan ikan saat snorkeling, di beberapa negara di luar negeri memberlakukan aturan yang ketat tentang hal ini. Pada bulan Februari yang lalu, seorang wisatawan dari Rusia: Olga Smirnova yang sedang snorkeling di Phuket, Thailand didakwa hukuman penjara selama setahun (atau denda sebesar 100.000 Baht atau sekitar Rp 38 juta) akibat memberi remah roti pada ikan di dekat terumbu karang Plub Pla Bay Phuket.  Waduh, niatnya pengin bersenang-senang malah harus berurusan dengan pihak berwajib.


Oke, itulah cerita pengalaman saya snorkeling pertama kali di Gili Trawangan. Kalau ditanya apakah saya masih mau snorkeling lagi? Tentu saja mau tapi harus dengan persiapan yang lebih matang terutama harus bisa bernafas menggunakan snorkel yang benar dan tidak panikan jika terjadi sesuatu yang di luar dugaan. Semoga pengalaman saya ini bisa menjadi pelajaran bagi Anda, terutama tindakan saya yang memberi makan ikan dan tidak sengaja menginjak terumbu karang, jangan sampai ditiru ya guys.



Referensi:

https://www.facebook.com/budidaya.perairanunila/posts/482606851898641

https://travel.detik.com/travel-news/d-2864934/5-dosa-besar-traveler-saat-liburan-ke-laut

https://travel.detik.com/travel-news/d-3431015/jangan-coba-coba-beri-makan-ikan-di-phuket-pokoknya-jangan






14 komentar

  1. Wah cantik sekali pemandangannya ya pak.
    Syukurlah kalau sekarang sudah sadar ya. Kita memang harus aktif menjaga keseimbangan ekosistem agar tetap eksis :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, saya aja kepengin ke sana lagi ama keluarga.
      Benar, kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?

      Hapus
  2. indah sekali pak
    memang kita harus ikut andil menjaga ekosistem di laut
    kalo belum bisa setidaknya tidak ikut merusak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suka ama kalimat terakhir, makasih udah mampir dan salam kenal Mbak.

      Hapus
  3. Saya waktu itu ta gili trawangan dari buku traveling siappa ya lupa. Waktu itu cuma bisa bayangin doang hehe,, trus saya pernah nonton videonya Arief yg ke Lombok, gilaaak gili trawangan bagus bggt. Eh baca postingan ini jadi bikin mau jalan kesini seriusan. Mesti nyusun rencana nih :"))

    Salam kenal, mas.

    BalasHapus
  4. Kalau saya paling sering lihat foto traveler yang lagi pada selfie dengan bintang laut. Ngilu lihatnya. Mengeluarkan bintang laut dari air sama aja dengan menyiksa binatang tersebut.

    BalasHapus
  5. Saya jg ga bs berenang tp pgn nyoba snorkeling... Jadi tau nih 2 dosa besarnya... 3 lg apa?

    BalasHapus
  6. Gili Trawangan... slalu rindu sm pulau yg satu ini,
    sy sudah 4x kesini, belum pernah snorkling, datang foto dan nyobain kulinernya doang,hehe

    seru nih,, salam kenal mas ihwan.

    BalasHapus
  7. Kalau ke Lombok lagi, aku diajak ke sini lho :D

    BalasHapus
  8. Harusnya para pemandu wisata setempat sudah dibekali pegetahuan juga tentang do and don't selama membawa tamu bermain2 di air ya.. Jadi gak ada lagi acara ngasih2 makan ikan gini..

    BalasHapus
  9. terus gimana Mas pihak travel agentnya? mereka harusnya tahu lho. jangan smpe begitu terus setiap ada wisatawan datang=(

    BalasHapus
  10. Akupun melakukan dosa yang sama nih pas snorkeling di Lembongan tempo hari
    Namanya pengalaman pertama, ya kami nurut aja sama guidenya, ternyata itu gak boleh ya ngasi makan roti
    Huhuhu besok2 harus lebih hati2 lagi
    Cukup nikmati jangan merusak

    BalasHapus
  11. Wah wah wah... udah tobat belum mas setelah melakukan dosa besar,jangan sampai diulangi ya... Wkwkwk... pasti mama ivon deg-degan tuh saat suaminya cerita akan tertelan ombak, hihihi... Btw pulaunya gak serem mas karna jadi tempat pembuangan narapidana?

    BalasHapus
  12. Waahh, bagus banget pemandangannya, keren, mudah2an aku bisa kesana secepatnya hehhhe

    http://ursulametarosarini.blogspot.co.id/

    BalasHapus